Wednesday, June 18, 2008

cerita tiada akhir

tentang maaf
mungkin benar seperti yang kamu katakan, maaf terkadang hanya seperti es krim untuk anak kecil.
manisnya terjilati perlahan, sambil menahan tangis yang belum terempaskan. karena tidak baik menikmati makanan sambil menangis bukan? seperti tak mensyukuri rejeki.
itulah merananya air mata, yang selalu bergandeng erat dengan duka, padahal bisa jadi itu karena bahagia.
maaf, katanya. maaf dimana-mana. ada disini, ada disana. untuk mendapatkannya, tak lebih dari seribu rupiah saja. tergantung dari kesalahan, seandainya bisa diuangkan, pastilah kita kaya. seperti es krim. nikmatilah, sampai jilatan terakhir, sebelum air putih menggantikan. karena setelahnya, kamu harus kembali tersadarkan. manis itu tiba - tiba menghilang, dan kamu akan temukan dirimu yang kehausan.
lalu kamu akan kembali merengek - rengek, entah menangisi manis yang terlewat, atau sedih yang semakin menguat. seperti itulah kembali pada kenyataan. perih memang, karena luka masih menganga.
dan maaf tak juga membuat semuanya usai.

kamu tau,
hidup ini seperti sebuah rangkaian peristiwa tanpa ujung, sampai akhirnya tiba - tiba tersadar, sesaat sebelum sakratul maut menjemput, bahwa kita tak memiliki apapun untuk dipertahankan. tidak pula ego, dan apa yang sering dibilang sebagai, harga diri.
hidupku sendiri adalah sebuah proses.
berpindah dari satu momen ke momen berikutnya. aku suka berkata padamu, semua akan berlalu.
iyah, apa yang kita punya selain ketidakabadian dan kepastian akan sesuatu yang tidak pasti. masa depan hanya sebatas garis di depan hidung kita. mungkin aku bisa menggambarkannya padamu lebih jauh, tapi ketika kita sampai, keadaan bisa saja menjadi berbeda. semua akan berlalu. dan dari satu senyuman, mungkin akan berakhir pada tangisan,
sebelum pada akhirnya berubah menjelma menjadi sunggingan. seperti itulah sebuah perjalanan. dan apa yang mampu dipertahankan, sedangkan kuasa tak sepenuhnya milik kita.
omong kosong ketika kita berkata, kita yang menentukan hidup kita, sedangkan diluaran sana, masih banyak pula yang menjadi penentu segalanya. pun ketika kita berkata, sebaikanya kita menyerah saja, seperti yang biasa kebanyakan orang lakukan.menyerah?
penyerahan macam apa?
sedangkan kita tidak pernah benar - benar diijinkan untuk menyerahkan smuanya.
kamu kira ketika kita diam, maka semua akan akan tetap berjalan spt biasanya. iyah, memang seperti itu. dunia akan tetap berputar meski kita tak ada di dalamnya. tapi sampai kapan akan bertahan dengan diam? mau tak mau kita akan tetap terdorong untuk mengikuti pergerakan itu, kecuali kita mati. mati.
karena itupula aku tak akan mempu berada disini terus menerus.
karena memang aku belum mati, dan oleh sebab itu, aku bersiap untuk proses selanjutnya. meninggalkan satu ransel berisi kebencian di belakang, dan bersiap menumpahkan semua isinya untuk selanjutnya akan kuisi lagi dengan hal - hal baru yang mungkin lebih menyenangkan.
 
posted by me me at 1:04 PM, | 0 comments